Minggu, 22 Januari 2012

Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Tuhan telah menciptakan makhluk hidup diantaranya adalah manusia, yaitu perempuan dan laki-laki. Dalam Al-kur’an surat An-Nisak [4:1] telah dijelaskan bahwa tuhan telah menciptakan manusia yang satu dan menjadikan istri daripadanya, dan dari pada keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok dilihat dari pisiknya. Karekter keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok dilihat darin fisisknya, Laki-laki mempunyai kekuatan yang lebih dari pada perempuan. Perbedaan tersebut di pengaruhi oleh perkembangan fisik maupun mental laki-laki atau perempuan. Secara fisik laki-laki sebagai sosok yang kuat, rasional, gagah,kekar,jantan,perkasa,sedangkan perempuan merupakan sossok yang memiliki sifat dan cirri lemah lembut, cantik,Emosional, cerewet,dan keibuaan ( fakih,2001:5). Lebih lanjut, relevansi keduanya adalah bahasa, dengan bahasa mereka bias berkomonkas dan salain memahami makasuk satu sama lainnya. Hal ini dipertegas oleh Chapman( dalam sukri, dkk,2008:2) bahwa bahasa itu adalah system yang terutama sekali digunakan oleh umat manusia untuk saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sehingga tidak biasa disangkal jiaka bahasa merupan perantara anatara laki-lakai dan perempuan. Namaun, dalam keseharian secara sadar dan tidak sadar pun kegiatan berbahasa yang dilakukan tidak lepas dari pesan-pesan ideologis. Pesan-pesan ideology tersebut jika secara kritis dianalisis maka akan ditemukan perjuangan kaum yang terselibung, karena kata-kata dalam wacana percakapan laki-laki dan perempuan telah memperlihatkan secara implicit dan eksplisit akuisisi kata bagi kaum laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, perjuanagan pengaruh laki-laki dan perempuan melalui kata-kata dan kalimat dalam wacana percakapan telah membuka takbir penyelidikan lebih lanjut antara dominasi laki-laki dan perempuan dalam peranannya sebagai makhluk social. Tidak disadari bahwa dalam kesehariaan berbahasa ternyata laki-laki dan perempuan memiliki kekhasan sendiri dalam menyatakan respon kebahasaanya terhadap lawan bicara terutama kepada laki-laki. Selanjutnya, bahwa kebahasaan gender ini merupakan sebuah problematic yang tidak perlu dijadikan diding pemisah melainkan sebagai konstruksi membangun kerja sama dalam berbahasa sebagai mahlik social. Lebih khusus lagi persoalan gendar adalah hal kekinian yang menjadi fokos persoalan dalam penelitian ini. Namun, untuk lebih komprehensifnya maka peneliti berusaha membuka tabir bahasa dalam gender tersebut. Penelitian ini akan mengkaji kata-kata (words) dalam upaya untuk menyimak baying-bayang idiologis kata kerja yang terimplisitka pada setiap percakapan pembicara dan pendengar. Kata kerja (verba) simbolisasi bahsa yang bermaknakan tidakan atau perbuatan dalam keseharian hidup. Jelasnya diterangkan bahwa kata kerja dalam bahasa perempuan dan laki-laki ternyata secara paradigm memiliki proposional tersendiri. Ini akan didapat apa bila dicermati secara kritis dan logis. Ditegaskan lagi oleh Maybin (dalam santoso, 2009:21-22) makna-makna katanya tidak di ambil dari relasi tetap antara tanda-tanda (singns) abstrak, tetapi akumulaisi dinamis dari pengguna bentuk-bentuk bahasa khusus secara social dalam berbagai konteks yang berbeda dan untuk berbagai maksud untuk berkomplik yang berbeda. Berdasarkan pernyatan Maybin diatas, bahwa berbahasa termasuk kata kerja (verba) di dalamnya telah memperlihatkan secara kritis bahsa dalam gender bahwa setiap pelaku(perempuan dan laki-laki) sama-sama menunjukkan keunggulan masing-masing dan saling bertempu dalam mempertahankan eksistensinya masing-masing. Sehingga dapat diakumulasikan bahwa kata kerja(verba) dalam percakapan berasasskan stereotip gender dengan pemahaman kritis merupakan hal yang perlu diungkapakan. Namun, bukan berarti untuk mempertahan kan dan memunculkan persinggungan gender (laki-laki dan perempuan). Untuk itu, dalam kasus ini, penelti mencoba menerapkan fenomena kebahasaan berdasarkan stereotip gender dalam bahasa sasak dialek menung-mening wilayah Lombok tengah. Hal ini dikarenakan bahwa dalam sebagian besar masyarakat sasak masih menganut herarki social yang absolute walaupun sebagian di antaranya sudah beralih dengan prinsip demokratis dan tidak memandang herarki social sebagai hal yang terlalu pentig untuk diperdebatkan. Kondisi ini merupakan lokasi yang sangat potensial meneliyi kebahasaan terutama kata kerja (verba) dalam percakapan masyarakat. Sehingga pada akhirnya simpulan yang didapat tidak hannya bahwa bahasa mengenal herarki dalam aspek setatus ekonomi, social, budaya, politik, pendidikan. Tetapi hal yang paling fundamental yakni persoalan gender dapat terunggkap dan dipahami berbahas tidak hannya untuk mengenal satu sama lain melainkan juga untuk menunjukkan idiologis eksistensinya terhadap lawan bicara yakni antara perempuan dan laki-laki. Jadi, pada akhirnya peneliti mengharapkan penelitian dengan judul “ Ekslusifitas Kata Kerja Dalam Bahasa Sasak Dialek Menung-Mening sebuah tinjauan Stereotip Gender ” akan dapat diungkap secara jelas dan mendalam sehingga pembaca menyadari bahwa berbahasa sebuah perangkat multifungsinional dalam kehidupan sosial. 1.2    Rumusan Masalah Berdasarkan latar belang diatas yang telah memperlihatkan sekelumit persoalan yang melatar belakangi penelitian ini, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang sangat pundamental untuk diungkapkan dan dijelaskan. Masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut. 1.    Bagaimanakah bentuk ekslusifitas kata kerja dalam bahasa sasak dialek menung-mening yang menstereotipkan perempuan dan laki-laki? 2.    Bagaimana pengaruh ekslusifitas kata kerja bagi masyarakat sasak dialek menung-mening dapat menimbulkan penstereotipan? 1.3    Batasan Penelitian Dengan maksud menghindari pembiasaan pembahasan, dalam penelitian ini perlu kiranya kami membatasi permasalahan. Pembatasan permasalahan ini selanjutnya tidak menimbulkan penafsiran yang terlalu luas dan membias, maka kajian dititik-beratkan pada “ Ekslusifitas Kata Kerja dalam Bahasa Sasak Dialek Menung-Mening sebuah tinjauan Stereotip Gender”. 1.4    Tujuan Penelitian Setiap tindakan pastilah disertai dengan tujuan. Terkait dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang akan dicapai adalah sebagai berikut. 1.    Mendeskripsikan bentuk Ekslusifitas kata kerja dalam bahas sasak dialek Menung-Mening yang menstereotipkan perempuan dan laki-laki. 2.    Mendiskripsikan pengaruh Ekslusifitas kata kerja bagi masyarakat sasak dialek Menung-Mening dapat menimbulkan pensetereotipan. 1.5    Manfaat Penelitian Pada penelitian ini akan dapat beberapa manfaat yang sangat konstruktif. Manfaat tersebut diantaranya adalah. 1.6    1 Manfaat Teoritis 1.    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan guna menambah khazanah Ilmu pengetahuan, Khususnya ilmu pengetahuan peranan bahasa yakni kata-kata percakapan dalam masyarakat. 2.    Memberikan sambungan pemikiran berupa informasi yang dapat dijadikan sebagai acuan atau perbandingan bagi peneliti selanjutnya. 1.7    2 Manfaat Praktis 1.    Bagi masyarakat dan pemerhati budaya diharapkan dapat menjadi pedoman hidup dalam mengontrol dan menjaga keselarasan hidup yang beragam dalam herarki sosial. 2.    Bagi mahasiswa diharapakan dapat menjadi sumber informasi yang lengkap dalam menjaga dan mengembangkan sebuah paradigma baru untuk menciptakan kehidupan sejahtera. BAB II KAJIAN TEORI 2.1    Penelitian Relevan Peneltian tentang bahasa dan budaya memang susdah banyak dilakukan oleh para ahli. Tetapi penelitian yang secara khusus memfokoskan kajian pada sektor-sektor ekslusifitas kata kerja (verba) dalam bahasa sasak dialek menung-mening sebagai tujuan tinjauan stereotip gender belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Adapun hasil penelitian terdahulu yang cukup relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.    Penelitian yang dilakukan oleh habiburrahman (2004) dengan judul, “ gender dan kemampuan menulis siswa dipondok pesantren Al-Azziyah (sebuah studi korelasi )”. Secara singkat penelitian ini terfokos pada tingginya subordinasi kelompok berjenis kelamin laki-laki terhadap kelompok berjenis kelamin perempuan. Terkait dengan keterampilan menulis, bahwa peneliti melakukan komparasi dengan gender laki-laki dan perempuan. Bentuk komparasi ini adlah hasil kemampuan menulis antara siswa perempuan dan laki-laki. Penelitian tersebut tidak secara mendalam mengupas persoalan gender, melainkan dalam penelitian yang dilakukan hanya difokoskan pada korelasi gendr dengan hasil belajar siswa yakni kemampuan menulis siswa. 2.    Penelitian yang dilakukan oleh Zurryatun Thayybah (2006) dengan judul “ ketidakadila gender pada penggunaan disi dalam konstruksi bahasa pers Lombok Post”. Secara singkat penelitian ini terfokos pada diksi yang mengandung ketidak adilan Gender dalam konstruksi bahasa pers lombok post, pendeskripsian makna yang terungkap dalam penggunaan diksi, dan bagaimana diksi tersebut seharusnya digunakan agar tidak menimbulkn ketidak adilan gender. Penelitian tersebut tidak menerangkan ketidak adilan gender pada bahasa komonkasi sehari-hari melainkan pada aspek tekstual mediamasa saja. Disisi lain juga penelitian tersebut hannya mengupas bagian diksi atau pilihan katanya saja. 3.    Penelitian yang dilakukan oleh susiana arka sari (2008) dengan judul “ kelas kata dalam bahasa indonesia sebuah tijauan stereotik gender”. Secara pnelitian ini terfokos pada kelas kata dalam bahasa indonesia yang meliputi verba, adjektiva, dan nominal, pengaruh budaya terhadap lahirnya stereotip gender, dan faktor sosial yang mempengaruhi keadilan gender dalam masyarakat. Adalah sangat disayangkan, penelitian ini tidak mengutamakan kajiannya pada satu aspek saja misal verbal atau yang lainnya. Sehingga mengakibatkan penjelasan yang diuraikan peneliti hannya bersifat landasan umum dan tidak secara spesipik dipaparkan setiap kelas kata tersebut. Jadi, tidaklah berlebihan kalau kemudian penelitian ini hadir dalam upaya menutupi dan menggali kekurangan-kekurangan dari penelitian terdahulu. Penelitian ini diharapkan dapat menyempurnakan atau menambah pembendaharaan pengetahuan tentang Ekslusifitas kata kerja dalam bahas sasak dialek menung-mening sebagai tinjauan Stereotif Gender. Penelitian ini akan difokoskan Ekslusifitas kata kerja, bahasa sasak dialek menung-mening, dan tinjauan stereotif gender. 2.2    Kajian Teori 2.1.1    Ekslusifitas Kata Kerja a.    Pengertian Secara etimologis Ekslusifitas kata kerja secara asal kata tersusun atas ekslusifitas berarti pengkhususan atau terpisah dari yang lainnya (KBBI, 2005:289) dan kata kerja (verba) merupakan kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan (KBBI,2005:1260). Secara istilah ekslusifitas kata kerja (verba) merupakan pengkhususan kata yang bermakna tindakan, keadaan, atau proses dalam suatu perihal. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekslusifitas verba adalah pengkhususan kata kerja pada suatu situasi atau kondisi tertentu. 2.1.2    Bahasa Sasak Dialek Menung-mening Bahasa sasak merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku sasak, suku yang mendiami pulau lombok (NTB). Dalam bahasa sasak terbagi menjadi lima dialek bahasa yang sangat dominan yakni ( 1 ) dialek menu-mene (wilayah bagian lombok barat), ( 2 ) dialek keto-kete (wilayah bagian lombok utara) ( 3 ) menung-mening ( wilayah lombok bagian tengah ) ( 4 ) ( dialek ngeno-ngene ) (wilayah lombok bagian timur tengah dan lombok tengah) (5), dan (dialek meriak-meriku ) ( wilayah lombok bagian selatan tengah). Dialek menung-mening merupakan dialek kebahasaan yang dominan dipergunakan oleh masyarakat Lombok terutama yang berada diwilayah lombok tengah bagian selatan tengah, seperti pada wilayah kota praya dan sekitarnya. 2.1.3    Stereotip Gender a.    Pengertian Stereotip Gender Stereotip secara asal kata beratikan (1) Bentuk tetap, bentuk klise, ucapan yang ......., (2) sebuah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat (KBBI, 2005:1091). Dalam hal ini pengertian yang lebih tepat adalah pengertian yang kedua. Bahwa stereotip perempuan dalam bahasa pada saat hanya berdasarkan prasangka yang bersipat subjektif dan tidak selamanya sesua dengan keadaan sebenarnnya. Gender merupakan kata serapan dari bahasa asing yakni bahasa inggris dengan asal kata “Gender”. Sedangkan kata gender itu sendiri berasal dari bahasa latin genus (bukan gene) yang berarti ras, turunan, golongan, atau kelas (Nugroho, 208:29) sedangkan menurut KBBI (2005:353) gender berartikan jenis kelamin. Kata gender pertama kali didengungkan oleh Robert Stoleler dalam bukunya yang berjudul “ Sex end Gender ” tahun 1968. Kata gender menurut kamus Antropologi yang dikutif dari Charles Winekck (dalam Nugroho, 2008:29-30 ) mengatakan bahwa: Klasifikasi kata secara sintaksis yang sering ditemukan dalam bahasa indo- eropa dan semit. Hampir semua bahasa menunjukkan perbedaan antara gender netral dan yang lain mempunyai gender animate dan inanimate. Gender tidak semerta-merta hanya beratikan jenis kelamin , tapi lebih luas gender berartikan suatu bentuk konstuksi hierarki sosial masyarakat. Kit melihat dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan perlakuan antara laki-laki dengan perempuan. Sedangkan menurut Suzanne Williams, Janet Seed, dan Adelina Mwau dalam The OXFAM Gender Training manual (dalam Nugroho, 2008:32-33) mengartikan gender : “ manusia dilahirkan dan dididik sebagai bay perempuan dan laki-laki supaya kelak menjadi anak perempuan dan laki-laki serta berlanjut sebagai perempuan dewasa dan laki-laki dewasa. Mereka dididik tentang bagaimana berelasi di antara mereka, sikap-sikap yang dipelajari inilah yang pada akhirnya membentuk identitas diri dan peranan gender mereka dalam masyarakat”. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan, oleh karena itu gender berkaitan dengan keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. Dengan kata lain, gender adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam peran, fungsi, hak, perilaku, yang dibentuk oleh ketentuan sosial dan budaya setempat. H.T Willson dalam Sex end Gender (dalam Nugroho, 2008:35 ) mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Jadi, gender merupakan suatu bentuk perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan melalui hierarki peran pungsi sosial masyarakat disuatu tempat tertentu dan bukan merupakan gender dalam artian perbedaan jenis kelamin melainkan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat digenaralisasikan bahwa stereotip gender merupakan suatu bentuk pemikiran yang didasarkan pada prasangka mengenai peran atau fungsi atau dominasi perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial masyarakat. Sihingga pada akhirnya akan berfokos pada setatus atau herarki sosial perempuan dan laki-laki di masyarakat. b.    Gender dalam bahasa idiologi Setatus herarki sosial masyarakat yang terpraktiskan dalam pungsi, peran, dan kedudukan laki-laki dan perempuan telah menggambarkan bahwa persoalan gender adalah sesuatu yang perlu diperhatkan. Gender bagi sebagian pihak beranggapan sebagai wujud pemisah antara laki-laki dan perempuan. Namun , perlu diresapi baik-baik bahwa persoalan gender tidaklah sebuah herarki yang menstratifikasikan perempuan dan laki-laki melainkan diajarkan bahwa dengan perbedaan tersebut bagaimana seharusnya kita saling mengenal dan saling memperlakukan. Lanjutnya, gender dengan bahasa adalah dua komponen yang berkonstruksi dan tidak dapat dipisahkan kerena menurut Leibnis (dalam sukri dkk, 2008:7 ) bahwa bahasa adalah cerminan terbaik pikiran manusia. Segala bentuk maksud atau tujuan dan keinginan terkonstruksi dalam bahasa dan menyampaikan pesan makna pada lawan bicara. Berdasarkan peranan bahasa tersebut, bahasa tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan oleh para pelakunya untuk menyatakan dominasi dan saling mengakuai sisi satu sama lain. Dalam konteks ini antara perempuan dn laki-laki bahwa komunikasi di anatara mereka tidak luput dari keinginan untuk saling berdominasi dan menunjukakan identitas sosial-masyarakat dan hal itu dikenal dengan idiologi. Idiologi dalam berbahasa dalam konteks perempuan menurut santiso (2009) menghasilkan sebuah perian, tafsis, dan eksplansi tentang bagaimana perempuan melihat dan menafsirkan dunia atau realitas, apa yang di anggap penting dan apa yang lebih di dahulukan dan apa yang perlu dikemudiankan, apa yang termasuk kedalam sefl dan apa yang the other, apa yang dianggap parsial dan apa yang universal, apa yang kultural dan apa yang alamiah, dan sebagainya. c.    Bahasa gender sebagai situs pertarungan sosial Kegiatan berbahasa tanpa sdar adalah sebuah medan pertempuran gender yang sangat potensial dan krusial. Perempuan dan laki-laki saling memberi pengaruh dalam interaksi sosialnya. Menurut santoso (2009: 24-26 ) ada lima catatan terkait posisi ideologi dalam bahasa perempuan. Perama, kajian terhadap ideologi dalam bahasa perempuan berari suatu kajian terhadap pelembagaan gagasan sistematis yang di artikulasikan oleh komunitas atau kaum perempuan. Kedua, kajian terhadap ideologi dalam bahasa perempuan berarti kajian tentang bagaimana teks-teks dan paraktik-paratik budaya tertentu menghadirkan berbagai citra tentang realitas yang sudah didistorsi. Ketiga, kajiaan terhadap ideologi dalam bahasa perempuan berarti suatu kajian terhadap teks yang sering terjebak pada persoalan keberpihakan. Keempat, kajian terhadap ideologi dalam bahasa perempuan berarti kajian tenatang cara-cara di mana ritual dan kebiasaan tertentu menghasilkan akibat-akibat yang mengikat dan melekatkan kita pada tatanan sosial, sebuah tatanan yang di atndai oleh adanya kesenjangan kesejahtraan, gap status, dan jurang kekuasaan yang demikian menonjol. Kelima, kajian terhadap ideologi dalam bahasa perempuan berarti kajian tentang usaha untuk menjadikan apa yang paktanya parsial adan khusus menjadi universal dan legitimate dan sekaligus juga suatu usaha untuk melewatkan hal-hal yang bersiafat cultural sebagai hal yang alamiah. d.    Peran gender dalam stereotip perempuan dan alaki-laki Fakih (2001:8), mengunggkapkan bahwa konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang di konstruksikan secara sosial maupun kultural. Bahwa perempuan itu dikenal lemah-lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan akum laki-laki mempunyai sifat kuat, rasioanal, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu merupakan sifat-sifat yang dapat di pertukarkan. Artianya laki-laki dapat bersifat emosional, lemah lembut, keibuan sebaliknya perempuan dapat bersifat kuat, rasional, dan perkasa. Perbedaan antara perlakuan antara laki-laki dan perempuan dalam peranan sehari-hari kemidian menjadi stereotip tertentu di tengah masyrakat. Nugroho (2008:24 ) menyatakan teori psikonalisis dapat di proleh pengertian bahwa seorang anak cendrung melakukan identifikasi dengan orang tua yang memilki jenis kelamin sama. Melalui proses identifikasi i i maka seorang anak tersebut mempunyai dorngan kuat untuk mengisi dan memilih peran gender tertentu. Teori psikoalinisis menjelaskan mengenai sikap anak perempuan dan laki-laki yang sejak lahir diasuh atau perlakuan berbeda. Perilaku dan kepribadian seorang anak laki-laki yang sejak lahir di asuh atau perlakuan berbeda. Perilaku dan kepribadian seorang anak laki-laki maupun perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitasnya. Anak secara terarah memilih dan mengisi peran gendernya dengan menerapkan konsep penguatan dan meniru. Penguatan ini terjadi bila orang tua (orang yang berada disekitarnya) memberikan dan membelikan suatu hadiah dengan motif dan warna tertentu, jenis maenan tertentu, atau cara memberikan hadiah kepada sang anak bila memperlihatkan perilaku yang diinginkan. Penguatan terhadap peran gender ini juga dapat terjadi melalui penggunaan kata – kata yang khas kepada anak perempuan maupun anak laki-laki (Nugroho, 2008:25 ). Berdasrkan teori-teori di atas, bahwa dengan telah jelas dipaparkan peranan gender dalam steoretip perempuan dan laki-laki. Distorsi praktis dilapangan memang tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman gender masih lemah dan kurang dalam kehidupan sosial-masyarakat. BAB III METODE PENELITIAN 3.1    Pendekatan Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan Critical Linguistics. Pendekatan ini dibangun oleh sekelompok pengajar di Universitas East Anglia pada tahu 1970-an. Critical Linguistics yang di bangun oleh Roger Fowler, Robert Hodge, Guntrher Kress, dan Toni Trew memandang bahasa sebagai praktek sosial. Pendekatan ini banyak di pengaruhi oleh teori sistematik yang diperkenalkan oleh M.A.K Hallday. Di mana pendekatan dengan menggunakan Critican Linguistics ini selalu menghubungkan bahasa dengan idiologi. Critican Linguistics senantiasa melihat bagaimana gramatika suatu bahasa atau ungkapan membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Dengan kata lain, asfek ideologi itu di amati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang dipakai. Ideologi dalam taraf yang umum menunjukkan bagaimana suatu kelompok berusaha memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain dimarjinalkan lewat pemakaian bahasa dan struktur gramatikal tertentu (Stuart Hall; dalam Erianto, 2001: 15,133). Dalam kasus ini adalah antara ideologi yang melahirkan stereotip perempuan dan laki-laki. Bahasa sebagaimana yang dipahami adlah suatu system kategorisasi, dimana kosakata tertentu dapat dipilih yang akan menyebabkan makana tertentu. Menurut Stuart Hall, makna tidak tergantung pada struktur makna itu sendiri, tetapi pada praktek pemaknaan (dalam Eriyanto, 2001:133). Makna adalah suatu produksi social, suatu praktek. Artinya bahwa pemaknaan suatu kata-kata hanya digunakan untuk menentukan realitas dan bukan sebaliknya. 3.2    Populasi dan Sampel 3.2.1    Populasi Penelitian yang berusaha mengungkapkan Ekslusifitas kata kerja (verba) dalam bahasa sasak dialek menung-mening sebuah tinjauan stereotip gender merupakan penelitian yang akan dilakukan di wilayah praya. Hal ini mengingat bahwa dialek menung-mening sangat kental dan dominan dipergunakan di wilayah praya Lombok Tengah. Kota Praya merupakan distrik atau pusat kota dari wilayah lombok tengah. Praya secara geografis terletak pada 8-38 lintang selatan 116-32 bujur tengah dengan luas wilayah 81,25 km. Praya berada di tengah perkotaan praya di tengah-tengah kota. Jumlah penduduk kota paraya mencapai 7.987 jiwa yang tersebar dibeberapa desa atau kampung (BPS,2010) 3.3.2 Sampel Mengingat banyaknya jumlah pentur tang harus di amati di wilayah kota praya serta keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya, maka peneliti hanya menentukan beberapa informan. Menurut samarin (dalam mahsun, 2005:29) mengisyaratkan cukup di perlukan satu informan yang baik. Namun menurut Mahsun (2005:29) terlalu riskan jika seseorang, karena data yang di proleh tidak dapat di korelasi silang demi keabsahannya. Untuk itu informan yang diperlukan dalam penelitian ini minimal dua atau tiga orang bahkan lebih. Adapun syarat-syarat untuk memilih informan yang baik guna mendukung keabshan data penelitian ini adlah sebagai berikut: (Mahsun, 2005:141 ) a.    Teknik Berjenis kelamin pria atau wanita; b.    Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun) c.    Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya; d.    Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP); e.    Bersetatus sosial menegah ( tidak rendah- tidak tinggi ) dengan harapan tidak terlalu tinggi moblitasnya; f.    Pekerjaan atani atau buruh; g.    Memiliki kebanggaan terhadap isoleknya; h.    Dapat berbahasa indonesia, dan i.    Sehat jasmani dan rohani. 3.3    dan Alat Pengumpulan Data 3.3.1    Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian ini adlah sebagai berikut. a.    Obsevasi yaitu data yang diproleh dengan memelakukan pengamatan secara lasung ke lokasi penelitian. Dalam hal ini adalah tempat-tempat yang menjadi lokasi pengamatan penelitian di wilayah kota praya-Lombok tengah. Hal ini bertujuan untuk memproleh gambaran jelas mengenai objek penelitian. b.    Wawancara yaitu data yang diproleh dengan cara melakukan tanya jawab secara lasung kepada para pihak yang terlibat termasuk informan-informan yang telah memenuhi persyaratan untuk menjadi informan baik dalam penelitian ini. Kegiatan tanya jawab dilakukan dengan panduan wawancara yang telah di persiapan sebelumnya. c.    Dokumentasi yaitu data yang di proleh denganmelakukan pengumpulan dengan mencatat beberapa data atau dukumen yang berkaitan dengan kajian penelitian. Ini dilakukan untuk menjaga keakuran data itu sendiri. Data di dapat dari informan, buku, internet, dan literatur penunjang alainnya. d.    Nratif yaitu data yang di proleh dengan teknik penceritaan. Ini digunakan dalam memproleh data stereotip perempuan yang berupa leksem (kata) bahasa indonesia. Cara yang dilakukan ialah informan diminta menceritakan aktifitas sehari-hari semenjak bangun tidur hingga menjelanh tidur dalam bulan terakhir ketika pengumpulan data. Informan di minta menceritakan aktivitas sehari-hari dalam hari yang relatif paling bermakna bagi mereka (perempuan) 3.3.2    Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa (1) interview guide ( panduan wawancara ), yaitu daftar-daftar pertanyaan yang dibuat oleh peneliti khususnya mengenal masalah yang diteliti dan akan di tanyakan kepada nara sumber yang dipercaya, (2) alat rekam suara guna merekam cerita nara sumber terhadap aktivitas sehari-harinya, dan (3) alat pemotret (kamera) guna mendukung keabshan interaksi peneliti dengan nara sumber atau informan. 3.4    Jenis dan Sumber Data 3.4.1    Jenis Data Jens data yang di pergunakan dalam penelitian ini kualitatif yakni tidak berupa angka-angka dan tidak dapat di hitung miasalnya ekslusifitas kata kerja (verba) ditinjau dari stereotif gender. 3.4.2    Sumber Data Penelitian ini mempergunakan sumber data yang berasal dari data sebagai berikut. a.    Data primer, yaitu data yang diproleh lasung dari objek penelitian yakni para informan peneliti dan para pihak lain yang terkait yang telah memberikan data atau informasi yang dibutuhkan. b.    Data skunder, yaitu yang diperoleh dari buku-buku, internet, dan literatur alainnya. 3.5    Teknik Analisis Data Penelitian yang menelaah seklumit persoalan eksklusifitas kata kerja (verba) dialek menung-menig sebuah tinjauan stereotif gender tempatnya di analisis dengan menggunakan teknik deskripsi – analisis yaitu teknik yang berusaha menggambarkan, mengemukakan atau menguraikan berbagai data atau teori yang telah ada. Setelah penggambaran data yang diperoleh maka peneliti selanjutnya menganalisis data tersebut. Data dianalisis dengan analisis kategoris yang dipergunakan untuk melakukan kategorisasi dan pemerolehan stereotip perempuan da laki-laki dalam bahasa sasak dialek menung –mening berdasrkan ekslusifitas kata kerja (verba) yang dicerminkan meleui kosa kata. Dengan demikian, diproleh gambaran yang jelas tentang stereotip perempuan dan laki-laki dalam bahasa sasak dialek menung-mening berserta berbagai faktor yang berperan membangun stereoitip perempuan dan laki-laki tersebut. Sedangkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan induktif yakni data yang didapat di lapangan di analisis dengan pemikiran yang didasrkan atas hal yang spesifik kemudian ditarik kesimpulan atas hal yang bersifat general. Sehingga data yang didapat dapat menwakili keseluruhan objek dalam penelitian. LAMPIRAN lampiran 1 3.6    Bentu (verba ) dialek lombok tengah Antong    Verba    Menolong orang yang lagi di dalam lubang. Nata        Mencuci pakaian Jeluq        Menjemur pakian yang sudah di cuci Acong        Panggilam anjing Teluq        Sebutan nama benda seperti telur Koco        Mengocok benda Jae        Menjahit pakaian yang bolong Tipah        Karpet yang di pakai untuk duduk / tidur Galang        Galang Ladiq        Pisau untuk mengupas Golo        Golok yang tajam Kelambi        Baju Bena        Benang yang di buat dari kapas Lingkuq        Sumur yang ada airnya Ali-ali        Cicin yang di pakai d jari Anting-anting        Perhiasan yang di pakai oleh wanita Bangkat        Sawah tempat kita menanam padi-tanaman lain-nya Kebo        Kebun yang berisi berbgai rumput-rumputan Empaq        Ikan yang dapat di makan Lindung        Belut yang berupa riptil Beto        Ikan yanag memiliki tung yang keras dan dapat hidup di lumpur Ulah        Ular yang besar Manuq        Ayam Anyam        Memelihara binatang yang hidup Baso        Anjing Gode        Monyet yang berada di hutan liar, maupun di hutan tropis Kada        Kadal Lepang        Kodok Kerempe        Kepiting Kiper        Ikan emas Mangan        Makan Ambon        Ubi jlan Anta        Kacang panjang Antap iju        Kacang hijau Kedeli        Kedelai Muye        Noton flim layr lebar Berangka        Nayamuk Gerak        Gaya bertingkah semaunya Merariq        Menikahi anak orang Perariq        Di kawinkan Nange        Menangis Empuq        Di pukul Nyuduq        Menitip suatu barang Nyempro         Beli        Membeli Monto        Sepeda motor Sepide        Sepah          Kayuq        Kayu bakar Tanaq        Tanah Jelu        Matahari Maeh        Kembalikan Abo        Malas untuk bangun Ato        Menghantar suatu barang Ape        Ada ap? Teraq        Truk yang besar Tero        Terong Sebiye        Cabai yang pedas Bala        Belalang Pupaq        Rumput yang panajng Kaca        Kacang kellinci BebE        Itik Menung        Cara memberitahukan suatu barang yang berada pada tempatnya Mening        Cara menunjukkan suatu benda yang sangat dekat Kase        Kaset yang bisa diputer / DVD Nyiur        Buah kelapa Kupi        Kopi Pupak gajah        Ruput raksasa yang memiliki batang yang besar Kemba        Bunga mawar Salo        Bas / sepiker Lingkuq        Sumur Bal        Bola Gence        Panci yang di pakai untuk masak Lumo        Gelas Sido        Sendok / garpu Atum        Pulpen yang dipakai untuk menulis Rukuq        Rokok yang terbuat dari tembakao Maku        Tembakao Lasah         Berugaq        Bambu yang dijadikan sebgi tempat untuk beristirahat Kapuq        Kapas Lamapaq        Berjalan Lupaq        Lupa ingatan Jauq        Membawa suatu barang Jua        Menjual suatu barang Beli        Membeli suatu barang Pauq        Buah mangga Sepage        Buah jeruk Tinduq        Tidur Momot        Beristirahat di tempat teduh Buaq        Buah pinang Jago        Memukul dengan tangan Kace        Kaca mata Lampaq        Berjalan Tae        Memanjat Ento        Turun Luweq        Bnayak sekali Cuko        Cukup banyak Lupaq        Lupa saya bawa Pentig        Gitar yang di mainkan untuk musuk 3.6 Lampiran 2 Personalia Penelitian 1. Peneliti a. Nama Lengkap         : Agus Suhirjan. b. NIM          : Eic 108 091 c. Fakultas/Program Studi : FKIP atau Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia d. Perguruan Tinggi        : Universitas Mataram e. Bidang Keahlian        : Sastra atau Budaya f. Waktu Penelitian        : 30 menit perhari dalam jangka satu minggu g. Lokasi Penelitian      : Ds. Tanak Rarang, kecamatan Praya Barat kabupaten Lombok Tengah 2. Anggota Peneliti a. Nama Lengkap dan Gelar    : ............................................................... b. Pangkat/Golongan/NIP    : ............................................................... c. Fakultas/Program Studi : .............................................................. d. Perguruan Tinggi         : .............................................................. e. Bidang Keahlian         : ...............................................................      f. Waktu Penelitian     : ................................................................ g. Lokasi Penelitian : ............................................................... DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk.2003.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka. Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramadia Pustaka Utama. Mahsun.2007.Metode Penelitian Bahasa:Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya:Jakarta: Rajawali pers. Ramlan.2001. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta:CV Karyono. Samsuri.1987.Analisis Bahasa.Jakarta:Erlangga. Aridawati, Ida Ayu,dkk.1995.Struktur Bahasa Sasak Umum.Jakarta:Pusat Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Edi Subroto. 2007.Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural.Surakarta:UNS dan UNS Press. Kridalaksana, Harimurti.2005.Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Tarigan, Henry Guntur.1992.Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa.Bandung:Angkasa. Verhar,J.W.M. 1999.Asas-Asas Linguistik Umum.Yogyakarta;Gadjah Mada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar